Ban benar-benar berpengaruh terhadap nyawa kita. Dari ribuan komponen yang ada di kendaraan, hanya ban yang menghubungkan sebuah mobil ke aspal. Tak peduli seberapa cepat dan canggih mobil Anda, pada akhirnya banlah yang menentukan keselematan Anda di jalan.
Berikut sejumlah mitos salah mengenai ‘si karet bundar’:
1. Ban baru harus ditempatkan di depan ketimbang di belakang
Tidak benar. Atas dasar asumsi roda depan berfungsi sebagai pengatur arah kendaraan dan beberapa kendaraan digunakan sebagai penggerak, membuat roda depan perlu mendapat ban terbaik. Tak heran bila banyak mekanik menyarankan untuk menempatkan ban baru di poros depan, ketimbang di belakang.
Traksi optimal di bagian depan lantaran menggunakan ban baru membuat mobil cenderung mudah mengalaami gejala oversteer atau sering disebut ngepot. Hal ini disebabkan ban belakang memiliki daya cengkeram yang lebih buruk ketimbang roda depan.
Bila kondisinya dibalik, tentu Anda akan berpikir bahwa gejala understeer akan mudah terjadi. Namun gejala ini akan sulit terjadi lantaran pengemudi dapat langsung mendeteksi sejak awal. Dan antisipasi gejala understeer lebih mudah dilakukan ketimbang oversteer. Atas dasar itulah, kedua ban baru perlu ditaruh di bagian belakang ketimbang roda depan.
2. Tekanan angin ban perlu dikurangi saat hujan
Berasumsi akan memperoleh daya cengkeram optimal, tak sedikit orang berpikir untuk mengurangi tekanan angin ban dari kondisi ideal saat hujan. Padahal, tindakan ini justru membuat telapak ban menjadi tidak menapak sempurna ke permukaan jalan.
Dengan bagian tengah yang melengkung akibat berkurangnya tekanan, membuat ban kesulitan untuk membuang air ke samping. Akibatnya gejala aquaplaning pun menjadi mudah terjadi ketika mobil menerjang genangan air. Apalagi hujan membuat suhu ban menjadi dingin. Kondisi ini membuat tekanan angin bisa turun hingga 1 psi.
Idealnya, tentu tekanan angin ban perlu dijaga agar tetap berada dalam batas rekomendasi pabrik. Dengan begitu daya cengkeramnya akan tetap optimal di beragam kondisi cuaca dan jalan.
3. Ban bisa meledak tiba-tiba setiap saat
Tidak benar. Apalagi dalam kondisi normal. Dengan teknologi tanpa ban dalam alias tubeless, ban tidak bisa meledak. Jika sampai meledak, berarti ada kerusakan terlebih dahulu. Misalnya ban telah memiliki tambalan sehingga kawat baja di dalam ban menjadi rusak atau kerikil yang menyelinap di antara pattern ban dalam jangka waktu yang lama.
4. Kemampuan ban saat hujan tergantung model alurnya
Tidak sepenuhnya benar. Saat ban menggelinding, memang alur air yang akan berpengaruh pada efektivitas ban membuang air ke samping. Tapi di saat pengereman mendadak sampai ban mengunci, alur tidak memiliki pengaruh. Di sini justru kompon ban yang ambil peranan. Maka dari itu, sebaik apapun alurnya, bila komponnya keras ban dapat membahayakan di jalan licin.
5. Makin keras tekanan ban makin mudah pecah
Salah. Konstruksi ban dibuat sedemikian rupa sehingga tahan hingga tekanan 40 psi. Justru sebaliknya, tekanan terlalu rendah yang dapat membuat ban menjadi lebih rentan pecah, karena keadaan itu membuat kerja dinding ban semakin fleksibel dan memungkinkan kawat pada sidewall putus dan menyebabkan ban pecah.
1. Ban baru harus ditempatkan di depan ketimbang di belakang
Tidak benar. Atas dasar asumsi roda depan berfungsi sebagai pengatur arah kendaraan dan beberapa kendaraan digunakan sebagai penggerak, membuat roda depan perlu mendapat ban terbaik. Tak heran bila banyak mekanik menyarankan untuk menempatkan ban baru di poros depan, ketimbang di belakang.
Traksi optimal di bagian depan lantaran menggunakan ban baru membuat mobil cenderung mudah mengalaami gejala oversteer atau sering disebut ngepot. Hal ini disebabkan ban belakang memiliki daya cengkeram yang lebih buruk ketimbang roda depan.
Bila kondisinya dibalik, tentu Anda akan berpikir bahwa gejala understeer akan mudah terjadi. Namun gejala ini akan sulit terjadi lantaran pengemudi dapat langsung mendeteksi sejak awal. Dan antisipasi gejala understeer lebih mudah dilakukan ketimbang oversteer. Atas dasar itulah, kedua ban baru perlu ditaruh di bagian belakang ketimbang roda depan.
2. Tekanan angin ban perlu dikurangi saat hujan
Berasumsi akan memperoleh daya cengkeram optimal, tak sedikit orang berpikir untuk mengurangi tekanan angin ban dari kondisi ideal saat hujan. Padahal, tindakan ini justru membuat telapak ban menjadi tidak menapak sempurna ke permukaan jalan.
Dengan bagian tengah yang melengkung akibat berkurangnya tekanan, membuat ban kesulitan untuk membuang air ke samping. Akibatnya gejala aquaplaning pun menjadi mudah terjadi ketika mobil menerjang genangan air. Apalagi hujan membuat suhu ban menjadi dingin. Kondisi ini membuat tekanan angin bisa turun hingga 1 psi.
Idealnya, tentu tekanan angin ban perlu dijaga agar tetap berada dalam batas rekomendasi pabrik. Dengan begitu daya cengkeramnya akan tetap optimal di beragam kondisi cuaca dan jalan.
3. Ban bisa meledak tiba-tiba setiap saat
Tidak benar. Apalagi dalam kondisi normal. Dengan teknologi tanpa ban dalam alias tubeless, ban tidak bisa meledak. Jika sampai meledak, berarti ada kerusakan terlebih dahulu. Misalnya ban telah memiliki tambalan sehingga kawat baja di dalam ban menjadi rusak atau kerikil yang menyelinap di antara pattern ban dalam jangka waktu yang lama.
4. Kemampuan ban saat hujan tergantung model alurnya
Tidak sepenuhnya benar. Saat ban menggelinding, memang alur air yang akan berpengaruh pada efektivitas ban membuang air ke samping. Tapi di saat pengereman mendadak sampai ban mengunci, alur tidak memiliki pengaruh. Di sini justru kompon ban yang ambil peranan. Maka dari itu, sebaik apapun alurnya, bila komponnya keras ban dapat membahayakan di jalan licin.
5. Makin keras tekanan ban makin mudah pecah
Salah. Konstruksi ban dibuat sedemikian rupa sehingga tahan hingga tekanan 40 psi. Justru sebaliknya, tekanan terlalu rendah yang dapat membuat ban menjadi lebih rentan pecah, karena keadaan itu membuat kerja dinding ban semakin fleksibel dan memungkinkan kawat pada sidewall putus dan menyebabkan ban pecah.
0 comments:
Post a Comment