Spoiler for "
Katup Desmodromic yang jadi andalan Ducati di MotoGP"
Kali ini dibahas tugas pegas katup adalah untuk mengembalikan katup ke posisi bebas setelah disundul oleh nok.
Makin tinggi putaran mesin, juga menimbulkan masalah pada per yang berbentuk spiral ini. Per harus bergerak lebih cepat. Padahal spiral yang dibuat dari logam ini mempunyai frekuensi harmonis. Jika melebihi batas kemampuannya, per akan patah. Komponen sekelilingnya ikut rontok dan mesin tidak bisa lagi bekerja.
Karena itulah, pada mesin mobil-mobil umum tertentu dengan putaran lebih tinggi atau karakteristik sport digunakan dua per. Di samping itu, karena komponen klep dibuat dari logam, saat panas ukurannya berubah. Kondisi ini menyebabkan, celah antara katup dengan pelatuknya berbeda dan mempengaruhi kerja mesin. Ini pula yang melahirkan katup hidraulik. Pada tipe ini, celah katup saat dingin dan panas sama karena diatur secara otomatis oleh tekanan oli mesin.
Kenyataannya, mesin yang menggunakan dua pegas juga belum cukup memenuhi keinginan para insinyur mesin, terutama mereka yang berkecimpung di arena balap. Pasalnya, di arena itu kapasitas mesin dibatasi. Dan mesin harus mampu mengerahkan tenaga sebesar mungkin agar mobil dikebut lebih kencang.
Sebagain contoh, mesin F1 yang berkapasitas 2.400 cc, mampu menghasilkan tenaga 850 hp. Putaran mesin mencapai 14.000 – 15.000 rpm, bahkan b issa melebihi antara 18.000 – 20.000 rpm. Penggunaan per katup mekanik atau hidraulik pada kondisi seperti itu tidak bisa diandalkan lagi.
Desmodromic
Maka lahirlah kreasi baru, yaitu Desmodromic (pada motor) dan katup pneumatik pada mesin F1 dan motogp (kini lagi dijajal Honda). Maklum, kedua sama-sama menggunakan mesin 4 lanngkah.
Desmodromic, saat ini digunakan pada Ducati, tidak lagi menggunakan pegas untuk mengembalikan katup ke posisi semula setelah disundul oleh nok. Tetapi menggunakan nok dan tuas untuk mendorong katup. Sistem ini dianggap lebih sederhana namun tetap saja punya keterbatasan karena bekerja secara mekanis.
Pneumatik
Dinilai lebih mumpuni namun rumit dan mahal harganya. Ini pula yang menyebabkan aplikasinya terbatas di arena balap. Pada klep pneumatik, tugas pegas digantikan oleh tabung berisi gas bertekanan tinggi. Prinsip kerjanya sama dengan sokbreker gas. Jenis gas yang digunakan sama, yaitu nitrogen.
Gas ini dipilih karena stabilitasnya tinggi terhadap pengaruh suhu. Meski begitu, karena suhu mesin sangat tinggi, tekanan bisa berubah secara drastis. Untuk mengatasinya, sistem dilengkapi dengan katup buang angin.
Kendati prinsipnya kerjanya sederhana, tidak menimbulkan keausan pada rangkaian lain dari klep. Pneumatik membutuhkan sil atau sekat yang sangat andal. Pasalnya tekanan sikruit pneumatik mencapai 2.500 psi (170 bar). Bila silnya jebol, tamat sudah riwayat mesin untuk berpacu dan ini sering terjadi di arena balap F1.
Katup pneumatik pertama kali digunakan oleh Renault pada mesin RVS-9. Waktu itu dipasang pada mobil Lotus yang digunakan Ayrton Sena pada wal musim balap 1986. Putaran mesin Renault waktu sudah mencapai 19.000 rpm.
Karena rumitnya sistem katup pneumatik dan masih tetap menggunakan nok atau kem (cam), sebenarnya para ahli mesin sudah menemukan sistem lain yaitu elektro hidraulik dan elektromagnetik. Ternyata, sampai saat ini belum bisa diandalkan. Karena itu, katup pneumatiklah yang dinilai saat ini sebagai top-nya.
Namun yang pasti, usaha para insinyur mesin tak pernah berhenti mendapatkan katup yang makin efisien kerjanya. Ini juga sesuai dengan tuntutan konversi energi dan lingkungan.
gambar penjelasan mengenai desmodromic system
pada saat rocker arm berputar untuk membuka tutup katup
kebanyakan sistem valve lift lain mengandalkan per / pegas pada mobil dan motor saat ini dan pneumatic pada mobil F1 dan team motoGP Suzuki ( team Honda dan Yamaha baru make akhir2 ini )
kelemahan sistem ini ada pada ketahanannya
ada semacam faktor lelah apabila dipaksa secara terus menerus
dalam kecepatan yang tinggi
namun Desmodromic tidak ada faktor lelah dan berputar sesuai
putaran rocker arm ( seperti gergaji yang bergerak maju mundur )
Spoiler for "desmo"
jadi buka tutup valve bisa tetap konstan
sesuai dengan putaran mesin
cara kerja desmodromic dari triatmono.wordpress.com
"The specific purpose of the desmodromic system is to force the valves to comply with the timing diagram as consistently as possible. In this way, any lost energy is negligible, the performance curves are more uniform and dependability is better"
Itulah yang dikatakan oleh Fabio Taglioni (itali lagi..itali lagi), engineer Ducati yang ngembangin Desmodromic pada tahun 1956. Dan pada tahun 1968, desmodromic valve system dipatenkan…!!! Sebenernya, desmodromic ini pertama kali ditemukan (konon lho) oleh Gustav Mees tahun 1896. Tahun 1907 juga dikembangkan oleh Aries mengenai ‘Desmodromique’ tetapi gimana jelasnya juga masih kaburr..!!
Cara kerja desmodromic valve system, valves dibuka dan ditutup oleh open / close rocker arm. Rocker arm ini digerakkan oleh camshaft. Dan setiap valve punya 2 shim yaitu open dan close shim. Jika kita liat cara kerja desmodromic .. berapa pun tingginya kecepatan RPM.. camshaft pasti buka rocker arm dan rocker arm juga gerakin shim , demikian juga untuk menutup…!! Hal inilah yang menyebabkan RPM Ducati lebih tinggi dibandingkan Japs bike (yang pake per konvensional)…!!
Keuntungan utama penggunaan Desmodromic adalah mencegah terjadinya valve float pada saat RPM tinggi yang biasa terjadi pada traditional spring (pegas/per tradisional). Kalau yang tradisional, sewaktu RPM sangat tinggi, valve nggak bisa ngikutin kecepatan gerakan piston. Jadi sewaktu valve belum nutup (masih buka) piston udah pada posisi atas (Top Dead Center). Dan yang terjadi piston tabrakan dengan valve yang sudah pasti damage lahh… atau bisa juga terjadi valvenya belum penuh nutup, dan tekanan sudah keluar duluan dan impactnya performance nge-drop…!!!
Karena ini sudah patent.. maka Bikes lain nggak bisa menggunakan teknologi ini… sebagai gantinya.. kalo nggak per konvensional.. ya pake pneumatic… kalo sekilas sih dari sisi power imbang antara desmodromic dan pneumatic…!!!
aplikasi di mesin dengan 4 katup per silinder
Spoiler for "4 katup"
dan 2 katup per silinder
Spoiler for "2 katup"
Teknologi katup desmodromic merupakan buah karya ahli mesin Italia, Fabio Taglioni, yang diciptakan tahun 1950-an. Keandalan teknologi ini sudah terbukti dengan keberhasilan Ducati menjadi juara dunia ajang World Superbike (WSBK) sebanyak 17 kali. Ducati meraih gelar WSBK pada tahun 1990, 1991, 1992, 1994, 1995, 1996, 1998, 1999, 2001, 2003, 2004, dan 2006. Berbekal kesuksesan tersebut Ducati pun masuk ke ajang MotoGP pada 2003.
Secara sederhana, desmodromic adalah sistem buka tutup katup bahan bakar udara tanpa menggunakan spring atau per. Filosofi kerja desmodromic diilhami sistem kerja gergaji kayu yang dilakukan oleh dua orang tukang. Bila salah satu dari tukang menarik, tukang yang lain mendorong. Hasilnya, tenaga yang dipakai untuk memotong atau menggerakkan gergaji menjadi sedikit, sehingga tenaga yang dikeluarkan penggergaji kayu pun lebih efisien.
Aplikasinya pada mesin Ducati adalah dengan mekanisme buka tutup katup yang langsung dilakukan kem, tanpa perantaraan rocker arm atau sepatu katup. Kem mendorong katup untuk membuka. Kemudian untuk menutupnya, gerak balik kem menjadi penarik katup.
Menurut Filippo Preziosi, Direktur Teknik Ducati Corse, katup membuka dan menutup kem seperti lengan penggergaji. Saat kem mendorong untuk membuka klep, bagian pantatnya menarik klep untuk proses menutup. "Ini membuat kerja buka-tutup ke-16 katup pada mesin jadi akurat dan ringan," katanya.
Mekanisme buka tutup klep sistem desmodromic dirancang memiliki presisi tinggi. Katup digerakkan dua kem dan dua rocker arm. Kem dan rocker arm seperti pada mesin 4 tak umumnya, bertugas membuka klep. Untuk menutup, kem berbentuk setengah lingkaran dan rocker arm pasangannya bertugas menarik kembali katup ke tempat semula. Karena satu kem bertugas ganda, gear cam desmo berbeda dengan mesin umumnya. Kalau mesin 4 tak biasa memakai model pergerakan 1 : 2, yaitu dua putaran kruk as, satu putaran kem, desmo menggunakan perbandingan 1 : 1.Kelebihan lainnya, akibat pergerakan katup tanpa per, kemungkinan terjadi floating (mengambang) pada pegas mampu diminimalkan. Umumnya gejala floating terjadi karena kerja per kalah cepat dengan putaran noken-as. Akibatnya, detonsi (peledakan) bahan bakar tidak sempurna. Kondisi ini membuat sepeda motor yang menggunakan per lebih boros bahan bakar dibandingkan dengan Ducati Desmosedici GP7.
Kehebatan Desmodromic dan Pneumatic
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment