Kris Fathoni W - detiksport
Jakarta - Singapura telah menuntaskan tugas sebagai tuan rumah seri F1 musim 2008 dengan menuai pujian. Bagaimana dengan Indonesia yang tahun depan juga menggelar balapan di sirkuit jalan raya untuk ajang A1GP?
Tahun 2008 adalah kali pertama Singapura menggelar balapan F1. Dalam debut tersebut sejumlah kekhawatiran soal keamanan sempat mencuat. Ini bertalian dengan fakta bahwa lintasan yang digunakan adalah jalan raya --yang ketiga di F1 setelah Valencia dan Monaco-- dengan waktu balapan di malam hari, yang adalah pertama kalinya buat F1.
Tingkat pandangan pembalap, cuaca dan situasi lintasan jalan raya yang sempit, pada akhirnya tak terbukti mengendala. Cahaya lampu buatan dari 1.500 lampu proyektor yang sumbernya berasal dari 12 generator berkekuatan ganda bisa menerangi malam, apalagi hujan pun tak turun.
Permukaan lintasan yang di beberapa tempat sedikit bergelombang memang sempat menuai keluhan. Lontaran kritik juga lahir dari bos Ferrari Luca di Montezemolo. Tapi suara positif lebih membanjir, antara lain dari CEO McLaren F1 Martin Whitmarsh, dan bos F1 Bernie Ecclestone yang menyebut GP Singapura sebagai "taburan perhiasan di mahkota F1".
Kalau untuk soal lintasan atau balapan terdapat perbedaan penilaian, rasanya tidak demikian untuk perkara organisasi non-balapan. Semua niscaya sepakat angkat jempol untuk Singapura menyoal akses ke dan dari lintasan, serta crowd control yang rapi di dalam area. Sinergi transportasi seperti MRT dan bus transit bikin lokasi tak sulit dicapai. Reliabilitas dan kenyamanannya bikin orang lebih memilih datang ke lintasan dengan transportasi umum. Ini mengeliminir menumpuknya kendaraan pribadi.
Untuk masuk ke dalam area balapan, penyelenggara juga tak pernah membiarkan terjadi penumpukan penonton di satu area. Dari delapan gate masuk yang tersedia di sirkuit sepanjang 5,076 km itu, sederet meja berjejer dengan sekitar setengah lusin petugas disiapkan di tiap mejanya untuk memeriksa tas penonton atau mengecek tiket. Penonton pun mengalir masuk dengan lancar.
Setali tiga uang di dalam area. Di beberapa titik tertentu yang memiliki potensi kepadatan tinggi karena sempitnya lokasi lalu lalang, jalanan dibagi menjadi dua arah dengan pita pemisah. Jika ada sedikit saja potensi kepadatan, polisi yang sudah bersiaga dengan pengeras suara langsung menginstruksikan agar yang di depan segera maju. Di sini Anda juga tak bisa putar balik sembarangan dan harus menanti sampai akhir pita jika ingin berbalik arah agar aliran penonton tak terganggu. Tak boleh ada kemacetan yang bikin massa menumpuk.
Penumpukan penonton memang biasa hadir di pintu keluar area menuju stasiun MRT di bawah tanah saat gelaran sudah tuntas. Tapi kendati ramai --harian Straits Times terbitan Senin (29/9/2008) menyebut angka 100 ribu penonton di sirkuit saat balapan-- iringan penonton masih terus bergerak maju.
"Wah, kebayang nih kalau di kita (Jakarta) nggak bakal bisa begitu. Pasti sudah stuck sampai pada sikut-sikutan," kelakar seorang teman media dari Jakarta.
Tahun depan Indonesia berkesempatan menggelar balapan A1GP yang bertempat di sirkuit jalan raya Lippo Village Karawaci, yang mana sirkuitnya dirancang oleh Hermann Tilke --pembuat konsep sirkuit Singapura dan perancang sejumlah sirkuit terkemuka lainnya. Animo pecinta balap otomotif pun niscaya besar menyambut event ini meski levelnya belum setara F1. Alhasil, metode crowd control yang rapi di dalam lintasan jelas harus jadi perhatian karena penumpukan massa biasanya berpotensi melahirkan hal-hal yang tak diinginkan.
Selain itu, pihak penyelenggara A1GP Indonesia juga harus memperhatikan faktor lokasi balapan yang tak bisa dibilang dekat dari Ibukota Jakarta, baik dari segi akses maupun jarak. Ketiadaan pengangkut transportasi massal menuju dan dari lintasan bakal membuat penonton akan memilih mengandalkan kendaraan pribadi. Hasilnya? Penumpukan jelas akan terjadi.
"Itulah susahnya. Kalau di sini (Singapura) semua teratur. Nah, tahu sendiri bagaimana (transportasi) di Jakarta. Yang ada pada bawa mobil pribadi (ke Karawaci) dan macet gila-gilaan. Itu tuh, gimana caranya supaya nggak macet," analisa rekan se-Tanah Air asal Surabaya.
Faktor non-balapan seperti sistem transportasi dan pengorganisasian massa yang berbasiskan efektivitas dan efisiensi itulah yang tak ayal harus jadi perhatian besar pihak penyelenggara A1GP tahun depan.
Bisa, Indonesia? Kita tunggu 6-8 Februari 2009 mendatang di Lippo Village Karawaci. ( krs / a2s )
Singapura Sukses di Sirkuit Jalan Raya, Indonesia?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment